14 September 2006

Kecerdasan Emosional

KECERDASAN EMOSIONAL ADALAH KUNCI KESUKSESAN SESEORANG

Menurut Penelitian Daniel Goleman (2002) keberhasilan orang-orang sukses lebih banyak ditentukan oleh kecerdasan emosional yang mereka miliki yang mencapai 80 % sedangkan kecerdasan intelektual hanya berperan 20 % dalam kesuksesan mereka.

Apa yang menjadi ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan emosional ?

  1. Tidak merasa bersalah secara berlebihan.
  2. Tidak mudah marah.
  3. Tidak dengki, tidak irihati, tidakbenci dan tidak dendam kepada orang lain.
  4. Tidak menyombongkan diri.
  5. Tidak minder.
  6. Tidak mencemaskan akan sesuatu.
  7. Mampu memahami diri orang lain secara benar.
  8. Memiliki jati diri.
  9. Berkepribadian dewasa mental.
  10. Tidak mudah frustasi.
  11. Memiliki pandangan dan pedoman hidup yang jelas berdasarkan kitab suci agamanya.

Disini sangat kelihatan bahwa apa yang menjadi karakteristik kecerdasan emosional seseorang tak lepas dari nilai-nilai yang diajarkan oleh agama. Dalam konteks ini bisa dianalogikan bahwa orang-orang yang menerapkan nilai-nilai agamanya dalam kehidupannya sehari-hari akan memiliki kecerdasan emosional yang baik.

Max Weber (1864-1920), seorang profesor berkebangsaan Jerman dalam bukunya : Die protestantische ethik und der geits des kapitalismus, menerangkan bahwa penerapan etika protestan telah membawa keberhasilan pembangunan ekonomi kapitalis di Eropa dan Amerika. Yang mana etika protestan dapat diuraikan sebagai berikut :

  1. Pembagian kerja yang jelas, tegas dan ketat.
  2. Hirarki wewenang yang jelas dan pengambilan keputusan yang tepat.
  3. Prosedur seleksi harus secara formal.
  4. Pembuatan peraturan yang rinci dan dengan penerapannya yang ketat.
  5. Hubungan yang didasarkan atas hubungan inter personal.

Pada tahun 1958 Robert Bellah menelaah etika protestan dari Max Weber ini, di Jepang yang menganut agama TOKUGAWA dimana setelah pemboman Hirosima dan Nagasaki yang membuat segala aspek kehidupan di Jepang luluh lantah, namun dalam tempo 10 tahun lebih Jepang bisa bangkit kembali terutama dalam bidang perekonomian dan teknologi.

Robert Bellah mengatakan bahwa orang Jepang telah menerapkan nilai-nilai yang ada dalam agama tokugawa yang didalamnya mengandung unsur-unsur etika protestan seperti kejujuran, kedisplinan, bekerja keras, menghargai kinerja, menghargai waktu, mengadakan evaluasi secara terus menerus, menghargai nilai-nilai yang berlaku pada masyarakat.

Hal yang sama juga dikemukakan oleh Dr. A.A.A Prabu Mangkunegara, Msi ahli psikologi dosen Universitas Pajajaran Bandung serta beberapa universitas di Bandung dan Jakarta, mengatakan dalam bukunya Budaya Organisasi (2005) bahwa unsur-unsur etika protestan juga ada dalam kitab suci Al quran seperti bekerja keras, bekerja merupakan mukmin yang sukses serta tak mungkin berubah nasib suatu kaum tanpa mereka harus merubah sendiri nasibnya (Al quran 13:11).

Dengan demikian etika protestan yang berisi unsur-unsur kecerdasan emosional harus dijalankan bila menginginkan keberhasilan dalam beraktivitas (bekerja atau berorganisasi).

Jadi kecerdasan emosional dapat diperbaiki dengan menerapkan etika protestan (yang kebanyakan agama mengajarkannya) dalam kehidupan sehari-hari atau dengan kata lain orang yang melaksanakan ajaran agamanya (yang mengandung unsur-unsur etika protestan) akan memiliki kecerdasan emosional yang baik.

Mengapa kecerdasan emosional diperbaiki ?

Menurut Joan Beck, kecerdasan intelektual atau IQ pada usia anak kurang dari 5 tahun sudah terpenuhi IQ 50 % dan di akhir remaja (kira-kira umur 20 tahun) hanya tinggal 20 % lagi dari IQ yang bisa ditingkatkan. Sedangkan kecerdasan emosional atau EQ BISA DITINGKATKAN SEPANJANG MASA.

Caranya bagaimana ?

Menurut Patricia Patton (2002) Cara mengelola emosi sebagai berikut:

  1. Belajar mengidentifikasikan apa yang biasa memicu emosi kita dan respon apa yang kita berikan dengan demikian kita mengetahui apa yang seharusnya dirubah.
  2. Belajar dari kesalahan sehingga mengetahui yang mana yang mau diperbaiki.
  3. Belajar membedakan segala hal yang terjadi di sekitar kita maka diketahui mana yang memmberikan pengaruh dan mana yang yang tak berpengaruh sehingga batin kita tenang.
  4. Belajar untuk mempertanggungjawabkan setiap tindakan kita.
  5. Belajar untuk mencari kebenaran.
  6. Belajar untuk memanfaatkan waktu secara maksimal.
  7. Belajar untuk menggunakan kekuatan sekaligus kerendahan hati dan tidak merendahkan orang lain.

Menurut Taufik Bahanudin (2001) cara mengelola emosi dengan:

  1. Melakukan tindakan yang bersifat humor yang menyegarkan.
  2. Mengarahkan kembali energi emosi yang bergolak.
  3. Berusaha mengambil isterahat atau penyenangan diri.

Sehingga terhadap orang lain tindakan kita :

  1. Jangan runtuhkan kerja anggota tim/teman/bawahan dengan mengabaikan prestasi mereka.
  2. Jangan menggunakan intimidasi untuk meningkatkan semangat teman/bawahan.
  3. Jangan gunakan konsultan dari luar untuk menjatuhkan teman/bawahan.
  4. Jangan berusaha memberikan pelayanan dengan mengabaikan cara orang lain (sok hebat atau ambil muka).
  5. Jangan ciptakan harapan yang tak realistis dengan orang lain.
  6. Jangan meminta melebihi dari apa yang anda bisa berikan kepada orang lain.
  7. Jangan memanipulasi atau memaksakan agar orang lain patuh.
  8. Jangan ingkar janji.

Bagaimana cara mengembangkan diri agar menjadi efektif ?

Menurut Jill Daan (2002) melakukan :

  1. Pengaturan diri, Mengontrol implus yang produktif, tenang, berpikir positif, tidak bingung menghadapi masalah, mengelola emosi yang menyusahkan, mengurangi rasa cemas, berpikir tenang dan fokus.
  2. Keaslian, jujur pada diri sendiri dan orang lain, percaya diri, berlaku etis, mengakui kekurangan, menerapkan nilai-nilai keluhuran dan mengantisipasi kesalahan yang sering terjadi.
  3. Kehandalan, menerima tanggung jawab dan menghargai prestasi/kinerja orang lain.
  4. Fleksibilitas, memahami dan adaptif terhadap perubahan.
  5. Memotivasi diri sendiri sehingga terus bersemangat.

Kira-kira seperti ini pemikiran yang dapat disumbangkan kepada teman-teman barangkali ada yang bisa memetik manfaatnya dan dengan segala kerendahan hati memohon kritik dan saran yang membangun dari pembaca karena dengan penuh kesadaran mengakui tulisan ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, semoga sukses selalu.

Read More......

11 September 2006

Bergaul Dan Perbanyaklah Teman

Saya bilang, saya ingat satu kata dari F. Oetinger: ”Tuhan beri saya pengetahuan untuk membedakan apa yang dapat saya ubah dan apa yang tidak dapat saya ubah. Tuhan beri saya kekuatan untuk mengubah apa yang bisa saya ubah. Tuhan beri saya kesabaran untuk menerima apa yang tidak dapat saya ubah.” Dia orang yang besar, dengan karya-karya yang luar biasa inspiring dan motivated. Tetapi dengan rendah hati sekali dia mengatakan bahwa kata-kata saya sudah releasing sebagian hal yang menyesaki dadanya. Lalu apakah kita jadi tidak perlu lagi motivasi? Apakah kita tidak membutuhkan inspirasi?


Tidak juga. Setiap orang akan berada dalam masa-masa yang begitu menekan, tidak punya jawaban untuk masalah yang muncul. Tidak tahu harus melakukan apa, dan bahkan hampir saja tidak tahu harus bicara kepada siapa. Tetapi kita punya segudang pengetahuan dan memori yang sangat banyak di handphone kita. Seperti yang beliau bilang, ”Aku benar-benar yakin, kamu memang bisa diandalkan untuk mengangkat kembali semangatku.” Saya memang jelas-jelas tersanjung, sangat-sangat bangga dan agak sombong. Tetapi saya menarik satu pelajaran yang sangat berarti, walaupun kita sudah mendaki atau bahkan sudah ada di puncak, selalu ada orang yang bisa kita andalkan untuk mencurahkan pedih, sakit dan depresi.

Di manapun posisinya sekarang dan siapapun dia. Tetapi kita tidak dapat menemukan orang yang tepat bila kita tidak terus mencoba mencari orang-orang yang bisa kita andalkan, bila kita tidak memelihara pertemanan. Dan kita bisa memelihara pertemanan bila kita terus dan terus mencari teman baru. Maka, bergaullah.

Read More......

01 Juli 2006

Bermimpilah Karena Tidak Ada Biayanya

Pernah kah anda mengukur atau menghitung berapa cost yang kita keluarkan untuk memiliki sebuah mimpi? Pasti kita punya jawaban yang sama, yaitu zero alias gratis!

Ya, mimpi bukanlah suatu barang yang mahal, setiap orang bisa memilikinya dan tak sepeserpun biaya yang perlu kita keluarkan untuk memiliki sebuah mimpi, jangankan berlibur kepulau bali, tur keliling dunia sekalipun bisa kita lakukan dengan gratis tis, tentu saja dengan catatan, itu hanya sebuah mimpi.

Akantetapi, pasti lain ceritanya bila kita menginginkan mimpi itu menjadi sebuah kenyataan. Sudah barang tentu ada harga yang harus kita bayar, entah itu dengan tenaga, materi, bahkan mungkin nyawa sekalipun.


Dan untuk sebuah mimpi yang sama, bisa memiliki harga yang jauh berbeda. Karena, harga sebuah mimpi ditentukan bukan oleh apa isi mimpi itu, tetapi lebih kepada identitas kita sebagai pemilik mimpi tersebut.

Bandinkan saja dua orang bocah kecil yang sama-sama bermimpi memiliki sebuah sepeda baru, walaupun impian mereka persis sama, namun harga mimpi keduanya sangat jauh berbeda, karena identitas merekapun jauh berbeda. Yang satu berasal dari keluarga berada sedangkan yang satunya seorang bocah jalanan yang tak pernah tau siapa orang tuanya.

Bisa kita tebak, mimpi bocah kedua jauh lebih mahal harganya. Untuk mewujudkan impianya itu, ia harus berusaha keras , mencari nafkah dijalanan, laksana memecah karang dengan tangan telanjang dan terkepal. Sebaliknya, harga mimpi bocah pertama sangat murah. Ia tak perlu bersusah payah untuk mewujudkan mimpinya itu, cukup menyampaikan impianya pada sang papa, dalam tempo yang singkat, mimpinya menjadi sebuah kenyataan, begitu mudahnya , semudah ia membalikan telapak tangan.

Hampir setiap diri memiliki mimpi, demikin halnya saya, impian yang saya miliki mungkin sederhana bagi sebagian orang, tapi bisa juga dianggap berlebihan oleh sebagian yang lain. Saya yang seorang ibu rumah tangga yang juga berprofesi sebagai karyawati mempunyai mimpi an menjadi seorang entrepreneur.

Dan saat impian itu ingin saya wujudkan menjadi sebuah kenyataan, saya sadar bahwa ada harga yang harus saya bayar. Mulai dari yang berbentuk materi, yaitu modal yang harus saya keluarkan untuk merintis sebuah usaha, sampai pikiran, tenaga , dan waktu yang harus saya curahkan untuk menjaga agar usaha saya bisa tetap berjalan.

Dari semua harga yang harus saya bayar, kehilangan waktu bersama suami dan anak-anak tercinta adalah harga termahal . Ini adalah hal terberat yang saya rasakan, namun harga sebuah mimpi tak pernah bisa ditawar. Bayar, atau kita biarkan semua tetap menjadi impian.

Read More......

28 Februari 2006

Kalau Kenyang Hinaan Harus Ada Penyalurannya

Mari kita bayangkan keadaan terhina itu. Ya begitulah rasanya. Meriangnya sampai ke jiwa. Jika melihat sang penghina rasanya ia hendak kita lumat hingga selumat-lumatnya. Cara paling sehat untuk membuang perasaan terhina ini adalah dengan cara menyalurkan dengan segera. Sayang cara ini tidak mudah karena berbagai keterbatasan.

Pertama adalah keterbatasan hukum. Melumat begitu saja para penghina, jatuhnya cuma akan melanggar hukum. Padahal tak setiap dari kita kuat dan berani melanggar hukum. Kedua adalah keterbatasan kita sendiri. Contoh kedua ini dililustrasikan dengan baik oleh maestro lawak Jawa kegemaran saya: Junaedi di salah satu kasetnya. Saat itu ia bercerita tentang istrinya yang digoda lelaki iseng di jalanan. Sebagai suami terhormat ia marah luar biasa dan bersiap melabrak sang penggoda. Untung kemarahan itu tidak mengganggu akal sehatnya. Sebelum main labrak ia bertanya lebih dulu keadaan sang penggoda itu. ‘'Tinggi besar,'' jawab sang istri. Junaedi surut setindak dan gantinya cukup memberi nasihat bijak: ‘'Ya sudah, besok jangan lewat jalan itu lagi,'' katanya.


Psikologi seperti Junaedi itulah yang kadang-kadang kita derita. Tak mudah menyalurkan perasaan terhina karena banyak sekali batasannya. Jika cuma batasan hukum, kita mudah menerimanya karena ia menghuni keadaan banyak orang. Tetapi jika keterbatasan itu berpusat pada diri sendiri ia akan menjelma jadi depresi. adakah anak-anak muda yang brutal ini pemberani? Tidak. Mereka butuh menabung keberaniannya bertahun-tahun. Itulah tabungan yang setorannya adalah akumulasi hinaan yang berlangsung setiap hari. Jika anak-anak ini bicara, cuma disambut gelak tawa sekitarnya karena bahasa inggris mereka yang dianggap aneh. Ketika bicara cuma menjadi tertawaan, diam adalah sebuah pilihan. Diam sepanjang hayat sambil memendam kemarahan itulah yang memupuk nyali untuk membunuh. Dan nyali itu tak bisa begitu saja disetarakan dengan keberanian karena setelah penembakan itu, mereka mengerti kalkulasinya. Mereka memilih bunuh diri katimbang menghadapi kenyataan.

Begitu berat hidup ini jika setiap kali harus menanggung hinaan. Padahal sulit sama sekali menghindari perasaan terhina itu karena jumlahnya banyak sekali, baik yang datang dari orang lain maupun yang datang dari diri sendiri. Hinaan dari pihak lain jelas sumbernya: para pendengki. Tak sulit mencari siapa pendengki karena naluri itu juga bersemayam di dalam diri kita sendiri. Juga tak sulit menemukan sumber hinaan dari diri sendiri. Karena semakin lemah kedudukan kita, kekuatan orang lain akan terasa sebagai derita. Semakin gagal diri sendiri, semakin terhina kita setiap melihat sukses tetangga.

Jadi, pada dasarnya, sulit sekali menghindari dari persaan terhina itu karena ia bisa datang kapan saja dan menyerang siapa saja, baik yang tidak maupun yang disengaja. Maka hidup ini boleh terhina, asal kadang-kadang belaka. Sekali terhina saja sakitnya luar biasa. Ada yang cuma sekali tapi kesumatnya terbawa mati. Apalagi jika hinaan itu datang berkali-kali. Apalagi jika bukan cuma berkali-kali tetapi terhina itulah selalu kedudukannya. Bisa dibayangkan, betapa kalau bisa, ia tidak cuma akan menembaki siapa saja tapi kalau perlu akan menumpas seluruh isi dunia. Benci dan kemarahan itu, jika sudah menyala, tak jelas di mana tepinya.

Begitu berbahaya keadaan terhina itu sehingga penting sekali mengurangi jumlah penyebabnya. Padahal penyebab itu kadang remeh dan tidak pula kita sengaja, misalnya: jika Anda memasak dan tetangga kebagian cuma uapnya.

Read More......

21 Februari 2006

Kegagalan Adalah Ibu Kandung Dari Kesuksesan

Dalam mengembangkan usaha bisnis atau karir yang sedang kita perjuangkan, sudah sewajarnya kita berharap semua bisa berjalan lancar tanpa hambatan dan kesulitan yang berarti, tetapi dalam proses perjalanannya tidak jarang kita dihadapkan pada kondisi sulit yang muncul silih berganti.


Saat kondisi sulit menghadang kita, tidak perlu ditanggapi dengan sikap pesimis dan terbeban. Perlu kita yakini dan kita sadari bahwa di setiap kesulitan yang mampu kita atasi, maka bersamaan itu pula akan muncul kesempatan baru yang memungkinkan kita melanjutkan dan memperjuangkan usaha kita hingga mencapai kesuksesan.

Tetapi di dalam kenyataannya yang sering terjadi, pada saat kita dihadapkan pada kesulitan, rintangan, kesalahan dan problem yang bermunculan, fighting spirit kita menjadi turun, rapuh, dan mudah menyerah; semuanya terasa begitu berat dan membebani mental, bahkan tidak jarang membuat kita merasa gagal, frustasi, depresi, putus asa, menganggap ini semua merupakan suratan nasib yang memang harus kita alami.

Mengapa kita mudah menyerah? Mengapa kita cepat merasa gagal? Sebenarnya perasaan di atas ini adalah akibat dari hasil pikiran atau kesadaran tentang proses perjuangan hidup ini yang belum matang.
Jangankan cuma kesulitan yang menghadang, sekalipun kita mengalami kegagalan, ingat setiap kegagalan pasti punya nilai pendidikan tersendiri, seperti kata bijak Mandarin : kegagalan adalah ibu kandung dari kesuksesan.

Kita perlu menyadari bahwa kesulitan, kegagalan adalah bagian dari dinamika kehidupan kita. Setiap kegagalan pasti akan membawa hikmah yang setimpal. Kesuksesan sejati adalah kristalisasi dari berbagai macam kesulitan dan kegagalan yang mampu kita atasi.

Untuk itu kita dituntut mempunyai "Keuletan Extra". Keuletan yang berarti : tidak sekadar sabar, bertahan, apatis, pasif, pasrah, tetapi "Keuletan" yang di dalamnya mengandung sikap antusias, proaktif, gigih, tegar, berani untuk beraksi terus menerus.

Jika sikap mental "Keuletan" di atas dapat dipraktekan di setiap tantangan yang muncul, sampai menjadi kebiasaan di kehidupan kita, maka kita akan sadar bahwa hanya melalui Kelemahan, Kesulitan, Kesalahan bahkan kegagalan, barulah kita mempunyai kesempatan untuk mematangkan mental dan menjadi dewasa melalui BELAJAR DALAM ARTI YANG SEBENARNYA.

Saya yang telah kenyang mengunyah kesulitan dan kegagalan, telah menganggap semua ini sebagai vitamin kesuksesan. Bagi setiap orang yang mau sukses tidak mungkin bias bebas dari kegagalan, tidak ada kesuksesan sejati bisa berdiri tegak tanpa kemampuan mengatasi semua kesulitan ataupun kegagalan. Maka, memang benar dan tepat bobot dari kata pepatah klasik Kegagalan adalah ibu kandung dari kesuksesan.

Read More......